Thursday, April 9, 2020

Bandung 1999 (16)

Beberapa menit berselang, aku masih tetap galau menunggu Diwan. Ku tengok ke arah meja pelayanan restoran, kulihat Diwan masih berbincang dengan pelayan di sana.

Tiba-tiba saja secara mengejutkan terdengar suara seorang laki-laki "Halo gadis kecilku, apa kabar?" yang tanpa ku sadari telah duduk di kursi yang berada  dihadapan ku. Suaranya tidak asing lagi di telinga ku, dan seketika itu juga hatiku tercengang bingung.

"Itu suara Mas Andre! " batinku mengucap, di tengah suasana hatiku yang kebingungan..

Aku mengenal Mas Andre dua tahun lalu.

Aku bertemu dengannya dalam sebuah seminar tentang remaja dan tidak sengaja kami bertubrukan, sejak saat itu aku mulai dekat dengannya. Dia laki-laki pertama dalam hidupku yang telah mengubah penampilan ku tentang laki-laki bahwa tidak semua laki-laki itu jahat. Maka aku berani ketika Ricky ingin mengenalku.

Mas Andre selalu membimbingku, menasehatiku dan membantuku jika ada kesulitan. Berada di dekatnya aku merasa aman kasih sayang di antara kami mengalir begitu saja. Dia tidak pernah menuntut apa-apa dari ku seperti yang lakukan Ricky.

Setelah satu tahun bersamanya aku mesti kehilangan dia, karena dia dipindahtugaskan ke Singapura. Pas hari keberangkatan nya, terlihat sekali dia begitu berat meninggalkan aku kemudian dia mengeluarkan sebuah kotak. Dia membukanya, dan ternyata di dalamnya ada sebuah cincin. Dia lalu memasangkannya di jari manisku. Sebelum pergi dia memintanya untuk menjaga cincin ini baik-baik dan memintaku untuk sabar menunggunya kemudian kurasakan kecupan manis di keningku.

Dari hari kehari aku terus menunggunya, tapi dari sini aja rasanya aku tidak bisa berpaling ke lain hati, makanya aku tidak bisa mencintai Ricky, karena aku terlanjur mencintai Mas Andre juga karena aku sudah punya amanat darinya.

Aku tidak bermaksud mempermainkan perasaan Ricky dan manfaatkan kesepianku. tapi sejak awal sudah kukatakan padanya kalau aku hanya bisa menganggapnya sebagai teman. Kalau akhirnya dia jatuh cinta kepadaku karena aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Bertemu dengan Mas Andre tentu kejutan yang sangat menyenangkan bagi ku. Tapi aku coba sembunyikan perasaan gembira aku yang sebenarnya. 

Ku hadapkan pandanganku ke arahnya tanpa tersenyum sedikitpun, dan aku coba mendirikan mataku. "Deuh..! Ceritanya marah nih..?" godanya.
"Jangan suka marah loh, nanti cepet tua, cepat keriput deh...! Kalau mukamu cemberut gitu sama persis kayak tutut! "Godanya lagi yang kini sambil mencubit kedua pipiku. Tapi tetap saja aku tidak menggubrisnya.

"Sayang ya nggak ada kamera, pasti kalau difoto hasilnya akan bagus, kamu tahu enggak hasilnya seperti apa? Itu tuh... Kaya yang ada di dalam uang kertas lima ratusan pasti mirip deh " godannya... dan kini membuatku tidak bisa menahan tawaku.

"Ih..  jahat! Mas Andre jahat deh!" ucapku sambil mencubit tangannya.

"Aduh sakit dong!" ucap Mas Andre.

"Biarin habis bercanda melulu!" kilah ku.

"Kalau enggak digituin pasti masih marah deh dan nggak ketawa lagi padahal aku sudah rindu senyumanmu!" Ucapnya sambil memandangku tanpa berkedip sedikitpun membuatku salah tingkah.

Dibalik kegembiraan ku betemu dengan Mas Andre, hati kecil ini masih bertanya bagaimana ini bisa terjadi? Dengan raut wajah kebingunan, akupun menoleh kembali ke arah meja pelayanan untuk mencari Diwan.

No comments: